Disable Preloader

Berita

Kata “Unggah-ungguh” menurut bahasa adalah gabungan dari dua kata yaitu kata unggah dan kata ungguh. Kata unggah dalam kamus Bahasa Jawa disama artikan  dengan munggah yang artinya naik, mendaki, memanjat. Maka kecenderungan orang Jawa dalam menghormati orang lain didasarkan pada tingkat kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Sedangkan ungguh dengan tingkat bahasa Jawa ngoko yang artinya berada , bertempat, pantas, cocok sesuai dengan sifat-sifatnya.

Sebagai masyarakat Jawa, yang juga sebagai guru Bahasa Jawa mempertahankan karakter Jawa pada generasi milenial yang jiwa dan karakternya sudah dikuasai oleh era digital menjadi tugas yang tidak mudah. Karakter budaya Jawa sangatlah kompleks. Mulai dari ragam bahasa yang digunakan sehari-hari, tindak tanduk atau perilaku dengan culture Jawa yang harus selalu diterapkan dan dilestarikan oleh para generasi penerus terutama siswa sekolah. 

          Mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai pembentuk karakter dan penanaman nilai budi pekerti tidak lepas dari unggah-ungguh dalam bahasa. Unggah-ungguh dalam bahasa Indonesia berarti budi pekerti, unggah-ungguh Bahasa Jawa dibedakan menjadi dua yaitu bentuk ngoko ( ragam ngoko ) dan krama ( ragam krama ) ( Setiyanto, 2010 : 26 )

Ketika pandemi anak-anak belajar secara daring atau jarak jauh, saat ini sudah mulai pembelajaran secara tatap muka (luring). Beberapa Guru hampir hilang kesabaran ketika melihat anak-anak tidak mempunyai sopan santun dalam berperilaku atau bersikap juga dalam berkomunikasi dengan Guru. Tidak sedikit anak-anak yang berperilaku tidak hormat dengan Guru, misalnya apabila anak tersebut melakukan kesalahan. Anak itu merasa tidak bersalah dan bahkan tidak ada kata-kata menyesal apalagi meminta maaf. Anak akan meminta maaf apabila Guru sudah mengingatkan atau menyuruh untuk meminta maaf. Itu artinya permintaan maaf bukan dari hati nurani sendiri namun karena permintaan dari Guru.

Pengalaman dari Penulis sebagai Guru Bahasa Jawa di SMK Muhammadiyah 1 Blora, merasa prihatin dengan karakter anak-anak pasca pandemi ini. Kata-kata kotor sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, sopan santun terhadap orang yang lebih tua sangat kurang. Terbukti ketika berpapasan dengan Guru yang tidak mengajar di kelasnya, anak itu tidak menyapa seperti anak yang diampu kelasnya. Padahal slogan yang ada di sekolah 5S (salam, sapa, senyum, sopan, santun).

Disinilah peran, dukungan dan bantuan dari orang tua di rumah sangat dibutuhkan. Karena untuk menanamkan karakter pada anak harus melalui pembiasaan yang berkesinambungan. Perilaku yang mencerminkan karakter budaya Jawa yang harus diterapkan leh siswa diantaranya bagaimana cara berkomunikasi dengn orang yang lebih tua dengan bahasa Jawa ragama krama yang baik, cara berbicaranya, bagaimana jika berjalan melewati orang yang lebih tua dan sebagainya. Dengan demikian mengintegrasikan peran orang tua dan guru sangatlah besar manfaatnya bagi siswa dalam pembelajaran. 

Harapan Penulis semoga dengan tulisan ini bisa menggugah hati nurani orang tua dan lingkungan, bekerja sama untuk saling membimbing anak-anak dengan perilaku yang baik. Agar anak-anak tersebut tidak terjerumus ke jalan yang sesat. tidak ada orang tua atau Guru yang akan menjerumuskan anak/ peserta didik ke jalan yang tidak baik. Semoga masyarakat Jawa ke depannya tidak lagi sebagai orang yang tidak tahu unggah-ungguh basa Jawa.

 

Share: